[Puisi] Dongeng

Januari 11, 2024
kastil berkabut

"Dongeng" adalah puisi karya Yayan Deka yang menggambarkan kerinduan akan keajaiban dalam kehidupan sehari-hari. Dalam puisi ini, penulis menggunakan elemen fantasi untuk mengeksplorasi harapan dan realitas yang kontras. Ditulis di Semarang pada 11 Januari 2024, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan apa yang akan terjadi jika dunia nyata bisa disulap menjadi negeri dongeng, tempat di mana semua masalah dapat diatasi dengan cara yang sederhana dan ajaib.


Puisi: Dongeng

Jika negriku adalah negri dongeng

Dengan selaksa keajaiban

Akankah keberadaanku juga

Sebuah keajaiban?

Akankah keajaiban tetap …

Tampak ajaib?

Mustahil mungkin jadi nyata

Dan imajinasi mengalahkan logika

Atau …

Barangkali kehidupan menjelma mimpi

Hiperbola berpadu dengan personifikasi

Lantas metafora terealisasi

Tersebar menjadi kisah-kisah

Histori berfantasi

Bilah-bilah cahaya tak lagi terselip di balik awan

Milyaran bilahnya tegas menembus mimpi

Tajam menghujam

Kadang terang

Kadang menyilaukan

Kadang juga membutakan

Lebih sulit dari melihat dalam kegelapan

Jika saja, negriku adalah negri dongeng

Aku tidak perlu melihat mereka kelaparan

Kehilangan tempat tinggal

Atau kehancuran alam

Karena dengan satu ayunan tongkat kayu,

Lahan gundul akan menghijau

Dengan satu alunan lagu,

Semua sakit menghilang

Dengan satu teriakan,

Semua orang bersatu

Dengan satu hal instan,

Kisahnya berlanjut bahagia selamanya

Sebuah solusi tanpa emisi

Tanpa kesedihan atau tersakiti

Dan tanpa kerugian baik yang tidak tau

Atau yang dibuat tidak tau

Atau yang memang tidak mau tau

Jika saja … negriku adalah negri dongeng

Negri yang mewujudkan semua harapan

Tanpa mengumbar janji-janji menyenangkan

Dengan kata-kata menggiurkan

Yang selicin Hagfish

Mustahil dipegang

Jika saja …


Semarang, 11 Januari 2024

Salam,

Yayan Deka


Analisis Puisi

Puisi "Dongeng" menyajikan sebuah refleksi mendalam tentang keinginan akan perubahan dan harapan yang tak kunjung datang. Dengan penggunaan metafora dan simbolisme, penulis menggambarkan kehidupan sehari-hari yang sering kali dipenuhi kesulitan dan tantangan, berbanding terbalik dengan gambaran negeri dongeng yang penuh keajaiban.

  • Bait Pertama dan Kedua: Di sini, penulis membangun kerangka pertanyaan retoris yang menggugah, mempertanyakan apakah keajaiban bisa ada dalam kenyataan. Frasa seperti "mustahil mungkin jadi nyata" menunjukkan keraguan terhadap harapan, tetapi juga menunjukkan harapan itu sendiri.

  • Bait Ketiga: Penulis mengubah harapan menjadi visualisasi yang kaya dengan frase "bilah-bilah cahaya" yang menyimbolkan harapan dan keajaiban. Perpaduan antara imajinasi dan logika menciptakan ketegangan antara realitas dan fantasi.

  • Bait Keempat dan Kelima: Ini adalah bagian yang paling kuat, di mana penulis menunjukkan keinginan untuk mengatasi masalah dunia, seperti kelaparan dan kerusakan lingkungan. Dengan satu "ayunan tongkat kayu" dan "alunan lagu," penulis mengungkapkan harapan akan solusi yang cepat dan instan, suatu ironi dari kenyataan bahwa masalah tersebut jauh lebih kompleks.

  • Bait Terakhir: Penutup puisi ini mengingatkan kita bahwa harapan tidak selalu disertai dengan janji-janji manis, dan sering kali, harapan itu sendiri terasa mustahil untuk dicapai. Referensi terhadap "Hagfish" menciptakan citra yang menarik, menunjukkan bahwa ada harapan yang sulit dipahami dan dicapai.


Refleksi

"Dongeng" adalah pengingat bahwa kita sering kali menginginkan solusi instan untuk masalah yang rumit. Meskipun harapan akan keajaiban adalah hal yang wajar, kenyataannya seringkali lebih keras. Melalui puisi ini, Yayan Deka mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya tindakan nyata dan kerja keras untuk mencapai perubahan yang kita inginkan, alih-alih berharap pada keajaiban yang tidak selalu ada.